Sabtu, 08 Januari 2011

tugas tulisan 20. tentang tatto

Tato (wasym) saat ini dianggap sebagai sesuatu yang modis, trendi, dan fashionable, sehingga memilikinya dianggap prestisius dan membanggakan. Tato, body painting, atau rajah adalah gambar atau symbol pada kulit tubuh yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Biasanya gambar dan symbol itu dihias dengan pigmen berwarna-warni. Untuk memperindah body tubuh, sebagian orang rela mentato tubuhnya dengan berbagai gambar, seperti ular naga, burung, kupu-kupu, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana Fiqh menyikapi tato?

Ø Pengertian Tato

Secara bahasa, tato berasal dari kata “tatau” dalam bahasa Tahiti. Menurut Oxford Encyclopedic Dictionary - tattoo v.t. Mark (skin) with permanent pattern or design by puncturing it and inserting pigment; make (design) thus - n. Tattooing (Tahitian tatau). Dalam bahasa Indonesia, istilah tato merupakan adaptasi, dalam bahasa Indonesia tato disebut dengan istilah “rajah”.

Tato merupakan produk dari body decorating dengan menggambar kulit tubuh dengan alat tajam (berupa jarum, tulang, dan sebagainya), kemudian bagian tubuh yang digambar tersebut diberi zat pewarna atau pigmen berwarna-warni. Tato dianggap sebagai kegiatan seni karena di dalamnya terdapat kegiatan menggambar pola atau desain tato. Seni adalah “karya”, “praktik”, alih-ubah tertentu atas kenyataan, versi lain dari kenyataan, suatu catatan atas kenyataan”. Salah satu akibat dari dirumuskannya kembali kepentingan ini adalah diarahkannya perhatian secara kritis kepada hubungan antara sarana representasi dan obyek yang direpresentasikan, antara apa yang dalam estetika tradisional disebut berturut-turut sebagai “forma” dan “isi” karya seni.

Nilai seni muncul sebagai sebuah entitas yang emosional, individualistik, dan ekspresif. Seni menjadi entitas yang maknawi. Berkaitan dengan tato, ia memang dapat dikategorikan sebagai entitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata berupa artefak yang dapat dilihat, dirasakan, ia juga menyangkut nilai-nilai estetis, sederhana, bahagia, emosional, hingga individual dan subjektif [1].

Ø Sekilas sejarah tato

Tato berasal dari kata Tahitian, yang berarti “untuk menandakan sesuatu”. Konon, menurut sejarahnya, tato pada awalnya ditemukan oleh orang Egyp (Mesir) pada waktu pembangunan The Great Phyramids, dan saat orang-orang Egyp memperluas kerajaan mereka. Pada akhirnya, seni tatopun mulai menyebar. Perkembangan peradaban dari Crete, Yunani, Persia dan Arabia semakin memperluas bentuk seni tersebut. Sekitar tahun 2000 sebelum Masehi (SM), seni tato sudah menyebar ke daratan Cina.

Berbagai alas an muncul sejalan dengan semakin berkembangnya seni tato, mulai dari alas an kebudayaan sampai anggapan modis dan trendi. Dari segi tradisi, memiliki tato dianggap sesuatu yang penting dalam suatu ritual atau tradisi. Di Borneo misalnya, para wanita mentato dirinya sebagai symbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di New Zealand membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti diatas, orang-orang suku Nuer Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu. Dalam perkembangannya, di masyarakat Arab pra Islam, tato juga menjadi tren utama yang dilakukan oleh kaum Hawa. Kehadiran Rosulullah SAW sebagai perintis hukum Islam di Makkah kala itu membawa perubahan dalam aturan masyarakat.

Ø Sisi lain tato (sosial-budaya)

Seni tato bergerak dan berubah dalam berbagai bentuk dan pemaknaan. Mulai dari fungsi-fungsi tradisional yang religius sebagai simbol status, kemudian ada masa ketika orang bertato harus ditembak mati, sampai pada saat ini tato sebagai tren fashion. Pemaknaan itu merupakan hal yang menjadi sudut pandang atau pemaknaan dari masyarakat. Bagaimana kondisi sosial menentukan nilai bagi subjek-subjek material seperti tato yang akan memberi pengaruh secara langsung terhadap penggunanya. Perubahan sosial masyarakat dalam memaknai tato ini berkaitan dengan kepentingan yang ada saat ini. Kemudian, bila dilihat secara antropologis maka pemaknaan dan fungsi dari tato ini berkaitan dengan teori struktural fungsional. Secara struktural, penggunaan tato berpengaruh pada tingkat kelompok masyarakat tertentu. misalnya, penggunaan tato pada masyarakat Mentawai tentu memiliki makna tersendiri. Tato merupakan roh kehidupan. Tato memiliki empat kedudukan pada masyarakat ini, salah satunya adalah untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Tato dukun sikerei, misalnya, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung, atau buaya. Tato juga dipakai oleh kepala suku (rimata) Selain itu, bagi masyarakat Mentawai, tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam. Dalam masyarakat itu, benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh. Tato, juga dipakai pada seniman tato (sipatiti) . Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh media akhirnya stigma mengenai tato (bahwa tato=penjahat, kriminalitas, dan lain-lain) mulai berkurang. Karena masyarakat sendiri yang menilai bahwa tato tidak selamanya seperti itu.

Perubahan nilai terhadap tato ini sangat dipengaruhi juga karena konstruksi kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Kita harus memperhatikan konteks yang ada pada zaman ini. Tato tradisional mungkin menjadi sesuatu yang bersifat religius dan magis karena gambar yang digunakan berupa simbol-simbol yang terkait dengan alam dan kepercayaan masyarakat. Kemudian ada suatu masa ketika tato tersebut menyandang stigma yang negatif. Seperti pada kelompok Yakuza di Jepang, mereka menggunakan horimono (tato tradisional Jepang) pada tubuhnya. Karena organisasi Yakuza ini sering terlibat dengan hal-hal kriminal (seperti perjudian, narkoba), maka masyarakat terkonstruksi untuk melihat tato sebagai hal yang negatif. Lain halnya dengan perkembangan tato saat ini. Masyarakat mulai memahami tato sebagai simbol-simbol ekspresi seni dan sebagainya sehingga pemakaian tato lebih cenderung ke arah populer. Berawal dari pemberontakan terhadap stigma negatif, memang, namun hal ini dapat dipandang sebagai counter culture yang memberi perubahan dan variasi dalam kehidupan masyarakat.

Dilihat secara artistik, tato memang memiliki fungsi estetika. Tato dipandang sebagai wujud ekspresi seni. Meski begitu, bagi orang Mentawai atau Dayak, tato tetap memiliki fungsi sosial bukan hanya sebagai ekspresi seni tetapi fungsi religi dan politik (yaitu untuk menunjukkan kedudukan sosialnya ). Perubahan dalam budaya material seringkali dianggap memiliki karakter progresif. Sedangkan dalam arena budaya non material, seperti pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai seringkali tidak menggunakan standar yang umum. Seperti pemaknaan tato yang sebenarnya juga tergantung pada interpretasi dari individu itu sendiri. Tato yang pada awalnya hanya digunakan sebagai simbol kekuasaan dan kedudukan sosial,sampai akhirnya tato dijadikan sebagai tren fashion. Jadi, penilaian bahwa tato itu baik atau buruk tergantung dari kondisi sosial yang ada. Fungsi sosial tato pada masyarakat tradisional dengan masyarakat urban juga berbeda. Bila pada masyarakat tradisional, tato memiliki fungsi religius politis, tetapi pada masyarakat urban fungsi tato lebih cenderung ke art. Karena tato adalah seni dan itu terlepas dari apakah tato memiliki unsur religius-magis atau tidak, yang jelas itu semua tergantung pada interpretasi masyarakat atas pemaknaan tato.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar